8.25.2008

Ketika Cinta Bertasbih


Dimatanya, Kota Alexandria sore itu tampak begitu memesona. Cahaya
mataharinya yang kuning keemasan seolah menyepuh atap-atap rumah, gedunggedung,
menara-menara, dan kendaraan-kendaraan yang lalu lalang dijalan.
Semburat cahaya kuning yang terpantul dari riak gelombang di pantai,
menciptakan aura ketenangan dan kedamaian.
Diatas pasir pantai yang putih, anak-anak masih asik bermain kejarkejaran.
Ada juga yang bermain rumah-rumahan dari pasir. Ditangan anak-anak
itu pasir-pasir putih tampak seumpama butiran-butiran emas yang lembut
berkilauan diterpa sinar matahari senja.

Dibeberapa tempat disepanjang pantai, sepasang muda-mudi tampak
bercengkrama mesra. Diantara mereka masih ada yang membawa buku-buku
tebal ditangan. Menandakan mereka baru saja dari kampus dan belum sempat
pulang kerumah. Suasana senja dipantai rupanya lebih menarik bagi mereka
daripada suasana senja dirumah. Bercengkerama dengan pujaan hati rupanya
lebih mereka pilih daripada bercengkerama dengan keluarga ;ayah, ibu, adik
dan kakak dirumah.
Dimana-mana muda-mudi yang sedang jatuh cinta sama. Senja menjadi
waktu istimewa bagi mereka. Waktu untuk bertemu, saling memandang, duduk
berdampingan dan bercerita yang indah-indah. Saat ini yang ada didalam hati
dan pikiran mereka adalah pesona sang kekasih yang dicinta. Tak terlintas
sedikitpun bahwa senja yang indah yang mereka lalui itu akan menjadi saksi
sejarah bagi mereka kelak. Ya, kelak ketika masa muda mereka
dipertanggungjawabkan dihadapan sang pencipta cinta. Dan jatuh cinta
merekapun harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya: dihadapan pengadilan
dzat yang maha adil, yang tidak ada sedikitpun kezaliman dan ketidakadilan
disana.
Dimatanya, kota Alexandria sore itu tampak begitu indah. Ia memandang
kearah pantai. Ombaknya berbuih putih. Bergelombang naik turun. Berkejarkejaran
menampakkan keriangan yang sangat menawan. Semilir angina
menampakkan kesejukan. Suara desaunya benar-benar seumpama desau suara
zikir alam yang menciptakan suara tentram.
Dari jendela kamarnya yang terletak di lantai 5 hotel Al-Haram, ia
menyaksikan sihir itu. Dimatanya, Alexandria sore itu telah membuatnya seolah
tak lagi berada didunia. Namun sebuah alam yang hanya dipenuhi keindahan dan
kedamaian saja.
Sesungguhnya bukan semata-mata cuaca dan suasana menjelang musim
semi yang membuat Alexandria senja itu begitu memesona. Bukan semata-mata
sihir matahari senja yanga membuat Alexandria begitu menakjubkan. Bukan
semata-mata pasir putihnya yang bersih yang membuat Alexandria begitu
menawan. Akan tetapi, lebih dari itu, yang membuat segala yang dipandangnya
tampak menakjubkan adalah karena musim semi telah bertandang kehatinya.
Matahari kebahagiaan sedang bersinar terang disana. Bunga-bunga kesturi
sedang menebar wanginya. Tembang-tembang cinta telah mengalun didalam
hatinya, memperdengarkan irama terindahnya. Dan penyebab itu semua, tak
lain dan tak bukan adalah seorang gadis pualam, yang dimatanya memiliki
kecantikan bunga mawar putih yang sedang merekah. Gadis yang dimatanya
seumpama permata safir yang paling indah.
Gadis itu adalah kilau matahari di musim semi. Sosok yang menjadi buah
bibir dikalangan mahasiswa dan masyarakat Indonesia di Mesir. Gadis yang
pesonanya dikagumi banyak orang. Dikagumi tidak hanya karena kecantikan
fisiknya, tapi juga karena kecerdasan dan prestasi-prestasi yang telah diraihnya.
Lebih dari itu, gadis itu adalah putrid orang nomor satu bagi masyarakat
Indonesia di mesir.
Dialah Eliana Pramesthi Alam. Putri satu-satunya Bapak Duta Besar
Republik Indonesia di Mesir. Hamper genap satu tahun gadis itu tinggal di Mesir.
Selain untuk menemani kedua orangtuanya , keberadaanya di Negara Pyramid
itu untuk melanjutkan S2-nya di American University in Cairo (AUC).
Belum begitu lama menghirup udara mesir, gadis yang memiliki suara
jernih itu langsung menunjukkan prestasinya. Kontan ia langsung. Kontan, ia
langsung jadi pusat perhatian. Sebab baru satu bulan di Cairo, tulisan opininya
dalam bahasa Inggris sudah dimuat di Koran Ahram Gazette. Opininya
,menyoroti Liga Arab yang mandul dalam memperjuangkan martabat anggotaanggotanya.
Liga arab yang tak punya nyali berhadapan dengan Israel dan
sekutunya. Liga Arab yang hanya bisa bersuara , tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
Tulisannya rapi, runtut, berkarakter, tajam dan kuat datanya. Orang dengan
pengetahuan memadai, akan menilai tulisannya merupakan perpaduan
pandangan seorang jurnalis, sastrawan dan diplomat ulung.
Karena opininya itulah ia langsung diminta jadi bintang tamu di Nile TV.
Di Nile TV dia berdebat dengan Sekjen Liga Arab. Hampir seluruh masyarakat
Indonesia di Mesir menyaksikan siaran langsung istimewa itu. Baru kali ini ada
anak Indonesia berbicara di sebuah forum yang tidak sembarang orang diundang.
Sejak itulah Eliana menjadi bintang yang bersinar di langit cakrawala Mesir,
Terutama dikalangan mahasiswa Indonesia.
Terhitung, gadis yang menyelesaikan kuliah S.1-nya di EHESS itu sudah
tida kali tampil di layar televisi Mesir. Sekali di Nile TV. Dua kali di Channel 2.
Wajahnya yang tak kalah pesonanya dengan diva pop dari Libanon, Nawal
Zoughbi, dianggap layak tampil di layar kaca.Selain karena ia memang putri
seorang duta besar yang cerdas dan fasih berbahasa Inggris dan Perancis.
Eliana, putri Pak Dubes itulah yang membuatnya berada di Alexandria dan
tidur di hotel berbintang lima selama satu pekan ini. Meskipun ia sudah
berulangkali ke Alexandria, namun keberadaannya di Alexandria kali ini ia
rasakan begitu istimewa. Ia tidak bisa mengingkari dirinya adalah manusia biasa,
bukan malaikat. Ia tak bisa menafikan dirinya adalah pemuda biasa yang bisa
berbunga-bunga karena merasa dekat dan dianggap penting oleh seorang gadis
cantik dan terhormat seperti Eliana. Gadis yang membuat matahari kebahagiaan
sedang bersinar terang dihatinya.
Awalnya adalah Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang
mengadakan acara “ Pekan Promosi Wisata dan Budaya Indonesia di Alexandria“.
Beberapa acara pagelaran budaya digelar di auditorium Alexandria University
selama satu pekan. Selama itu juga ada promosi masakan dan makanan khas
Indonesia. Ada empat makanan yang dipromosikan yaitu : Nasi Timlo Solo, Sate
Madura, Coto Makassar dan Empek-empek Palembang. Dan Elianalah yang
menjadi penanggung jawab promosi makanan khas Indonesia itu. Sementara ia,
selama ini dikenal sebagai mahasiswa paling mahir memasak. Dan ia dikontrak
KBRI untuk membuka stand Nasi Timlo Solo. Mulanya ia menolak. Sebab, dengan
begitu ia harus meninggalkan bisnisnya membuat tempe selama seminggu. Ia
kuatir langganannya kecewa. Namun Putri Dubes itu terus mendesak dan
memohon kesediaanya. Akhirnya ia luluh dan bersedia.
Sejak itulah hatinya berbunga-bunga. Sebab sebelum berangkat ke
Alexandria ia sering ditelepon Eliana. Dan saat di Alexandria hampir tiap hari
Eliana datang ke standnya untuk mengontrol, melihat-lihat, atau hanya sekedar
mengajaknya bicara apa saja.
“Aku salut lho ada mahasiswa yany mandiri seperti mas Insinyur.“ Puji
Eliana. Hatinya tersanjung luar biasa.
Bagaimana tidak, gadis itu seolah-olah begitu menghormatinya. Ia
dipanggil dengan panggilan “Mas Insinyur” , bukan langsung memanggil
namanya, atau dengan kata ganti “Kamu“ atau “Anda“. Orang-orang memang
biasa memanggilnya “Mas Khairul“, karena namanya Khairul Azzam, atau “Mas
Insinyur“ karena ia memang dikenal sebagai “Insinyur“-nya dunia masakmemasak
dikalangan mahasiswa Indonesia di Cairo. Entah kenapa, mendengar
pujian dari Eliana itu, ia merasakan kebahagiaan dengan nuansa yang sangat
lain. Kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Ia tersenyum sendiri. Kedua matanya memandang ke arah pantai. Dua
orang muda-mudi Mesir berjalan mesra menyusuri pantai Cleopatra yang tepat
berada di depan hotel.
Ia tersenyum sendiri, entah kenapa ia tiba-tiba berkelebat pikiran, andai
yang berjalan itu adalah dirinya dan Eliana. Alangkah indahnya.
Astagfirullah! Ia beristigfar.
Ia merasa apa yang berkelebat dalam pikirannya itu sudah tidak dianggap
benar
Ia mengalihkan pandangannya jauh ke tengah laut Mediterania. Nun jauh
disana ia melihat tiga kapal yang tampak kecil dan hitam. Kapal-kapal itu ada
yang sedang menuju Alexandria. Sejak dulu Alexandria memang terkenal sebagai
kota pelabuhan yang penting dikawasan Mediterania. Pelabuhan utama
Alexandria saat ini ada dikanan dan kiri kawasan Ras El Tin dan kawasan El
Anfusi. Dua kawasan itu terletak di semenanjung Alexandria lama. Diujung
semenanjung itu berdiri dua benteng bersejarah. Yaitu benteng Qaitbai dan
benteng El Atta.
Dari jendela kamarnya ia bisa melihat benteng Qaitbai itu di kejauhan.
Kedua matanya kembali mengamati tiga kapal yang letaknya berjauhan satu
sama lain. Ia edarkan pandangannya kekiri dan kekanan. Laut itu terlihat begitu
luas dan kapal itu begitu kecil. Padahal didalam kapal itu mungkin ada ratusan
manusia. Ia jadi berpikir, alangkah kecilnya manusia. Dan alangkah maha
penyayangnya Tuhan yang menjinakkan lautan sedemikian luas supaya tenang
dilalui kapal-kapal berisi manusia. Padahal, mungkin sekali diantara manusia
yang berada didalam kapal itu terdapat manusia-manusia yang sangat durhaka
kepada Tuhan. Toh begitu, Tuhan masih saja menunjukkan kasih sayangnya. Ia
jinakkan lautan, yang jika ia berkehendak, ia bisa menitahkan ombak untuk
menenggelamkan kapal itu dan bahkan meluluhlantakkan seluruh isi Alexandria.
Ia teringat firman-nya yang indah,
“ Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu
berlayar dilaut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-Nya kepadamu
sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya. Sungguh pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya bagi setiap orang yang sangat sabar lagi
banyak bersyukur “1
Ia terus memandang ke laut Mediterania. Laut itu telah menjadi saksi
sejarah atas terjadinya peristiwa-peristiwa besar yang menggetarkan dunia.
Perang besar yang berkobar karena memperebutkan cinta Ratu Cleopatra terjadi
di laut itu.
Qs.Luqman (Luqman) [31]:31

Part 1
Part 2 ampe selesai

0 komentar:

Posting Komentar

Template by : kendhin x-template.blogspot.com